Cara Menghitung Upah Harian PPh Pasal 21

Cara Menghitung Upah Harian PPh Pasal 21

Opikini.comCara Menghitung Upah Harian PPh Pasal 21. Cara menghitung upah harian PPh Pasal 21 merupakan hal penting yang perlu dipahami, baik bagi pekerja maupun pemberi kerja. Memahami perhitungan ini memastikan kepatuhan terhadap kewajiban perpajakan dan menghindari potensi masalah di kemudian hari. Artikel ini akan membahas secara detail langkah-langkah perhitungannya, mulai dari komponen upah harian hingga penerapan tarif PPh Pasal 21 yang berlaku.

Perhitungan PPh Pasal 21 dari upah harian melibatkan beberapa tahapan, termasuk menentukan penghasilan kena pajak (PKP) dengan mempertimbangkan berbagai faktor seperti tunjangan, potongan, dan batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Pemahaman yang baik tentang komponen-komponen ini sangat krusial untuk mendapatkan hasil perhitungan yang akurat dan sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Artikel ini akan memberikan contoh-contoh kasus perhitungan untuk berbagai skenario, sehingga pembaca dapat lebih mudah memahami penerapannya dalam praktik.

Dasar Perhitungan Upah Harian

Cara Menghitung Upah Harian PPh Pasal 21
Cara Menghitung Upah Harian PPh Pasal 21

Menghitung upah harian dengan memperhitungkan PPh Pasal 21 membutuhkan pemahaman yang tepat mengenai komponen gaji dan regulasi perpajakan. Perhitungan ini penting untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan perpajakan dan memberikan transparansi pembayaran kepada pekerja. Berikut penjelasan detailnya.

Komponen Perhitungan Upah Harian

Komponen yang termasuk dalam perhitungan upah harian bervariasi tergantung pada jenis pekerjaan dan kesepakatan antara pekerja dan pemberi kerja. Secara umum, komponen tersebut meliputi gaji pokok, tunjangan (transportasi, makan, dan lainnya), serta lembur (jika ada). Potongan seperti iuran BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan, serta PPh Pasal 21 juga perlu dipertimbangkan.

Contoh Perhitungan Upah Harian dari Gaji Bulanan

Misalnya, seorang pekerja dengan gaji bulanan Rp 5.000.000,- dan bekerja selama 22 hari dalam sebulan. Upah harian sebelum pajak dihitung sebagai berikut: Rp 5.000.000,- / 22 hari = Rp 227.273,- per hari (dibulatkan). Perhitungan ini belum memperhitungkan tunjangan dan potongan pajak.

Perbandingan Perhitungan Upah Harian Berbagai Jenis Pekerja

Jenis PekerjaKomponen UpahContoh Perhitungan
Pekerja Harian LepasUpah per hari, tanpa tunjangan tetapRp 150.000,- per hari
Pekerja TetapGaji pokok + tunjangan + lembur (jika ada)Rp 250.000,- (pokok) + Rp 50.000,- (transport) + Rp 20.000,- (lembur) = Rp 320.000,- per hari

Tabel di atas menunjukkan perbedaan perhitungan upah harian berdasarkan jenis pekerjaan. Pekerja harian lepas umumnya memiliki upah harian yang sudah termasuk semua komponen, sementara pekerja tetap memiliki komponen upah yang lebih kompleks.

Langkah-langkah Perhitungan Upah Harian

  1. Tentukan gaji pokok bulanan.
  2. Tentukan jumlah hari kerja dalam sebulan.
  3. Hitung upah harian: Gaji pokok bulanan / jumlah hari kerja.
  4. Tambahkan tunjangan yang diterima (transportasi, makan, dll.).
  5. Tambahkan upah lembur (jika ada).
  6. Kurangi potongan iuran BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan.
  7. Hitung PPh Pasal 21 yang terutang berdasarkan aturan yang berlaku.
  8. Kurangi PPh Pasal 21 dari total upah bersih.
  9. Hasil akhir adalah upah harian bersih yang diterima pekerja.

Perhitungan Upah Harian dengan Tunjangan dan Potongan

Misalnya, seorang pekerja tetap dengan gaji pokok Rp 4.000.000,- per bulan, tunjangan transportasi Rp 500.000,-, dan bekerja 22 hari dalam sebulan. Iuran BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan total Rp 200.000,-. Anggap PPh Pasal 21 yang terutang per hari adalah Rp 20.000,-. Perhitungannya sebagai berikut:

  1. Upah pokok harian: Rp 4.000.000 / 22 hari = Rp 181.818,-
  2. Tunjangan harian: Rp 500.000 / 22 hari = Rp 22.727,-
  3. Upah kotor harian: Rp 181.818 + Rp 22.727 = Rp 204.545,-
  4. Potongan BPJS harian: Rp 200.000 / 22 hari = Rp 9.091,-
  5. Upah bersih sebelum pajak: Rp 204.545 – Rp 9.091 = Rp 195.454,-
  6. Upah bersih setelah pajak: Rp 195.454 – Rp 20.000 = Rp 175.454,-

Jadi, upah harian bersih yang diterima pekerja adalah Rp 175.454,-.

Mengenal PPh Pasal 21: Cara Menghitung Upah Harian Pph Pasal 21

Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21) merupakan pajak penghasilan yang dipungut oleh pemberi kerja dari penghasilan karyawannya. Pajak ini merupakan pajak yang bersifat final, artinya pajak yang telah dipotong oleh pemberi kerja sudah merupakan pajak yang seharusnya dibayarkan dan tidak perlu dilaporkan lagi oleh karyawan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan.

Jenis Penghasilan yang Dikenakan PPh Pasal 21

PPh Pasal 21 dikenakan atas berbagai jenis penghasilan, baik berupa upah, gaji, honorarium, tunjangan, dan penghasilan lainnya yang diterima karyawan dari pemberi kerja. Tidak semua penghasilan dikenakan PPh Pasal 21, terdapat beberapa pengecualian.

  • Gaji bulanan, upah harian, dan honorarium.
  • Tunjangan makan, transportasi, dan kesehatan (tergantung ketentuan).
  • Bonus dan komisi.

Contoh Penghasilan yang Dikenakan dan Tidak Dikenakan PPh Pasal 21

Untuk memahami lebih lanjut, berikut beberapa contoh:

  • Dikenakan PPh Pasal 21: Gaji bulanan seorang karyawan di sebuah perusahaan swasta, honorarium dosen yang dibayar per mata kuliah, komisi penjualan seorang sales.
  • Tidak Dikenakan PPh Pasal 21: Uang makan yang diberikan langsung kepada karyawan setiap hari dalam bentuk kupon, uang saku untuk perjalanan dinas yang dipertanggungjawabkan, beasiswa pendidikan.

Mekanisme Pemotongan PPh Pasal 21 pada Upah Harian

Pemotongan PPh Pasal 21 pada upah harian dilakukan oleh pemberi kerja setiap kali pembayaran upah dilakukan. Pemberi kerja akan menghitung PPh Pasal 21 yang terutang berdasarkan tarif yang berlaku dan jumlah upah harian yang diterima karyawan. Besarnya pemotongan PPh Pasal 21 dihitung berdasarkan penghasilan bruto (sebelum dipotong pajak) dalam satu periode pembayaran upah.

Sebagai contoh, jika seorang karyawan menerima upah harian sebesar Rp 150.000, dan tarif PPh Pasal 21 yang berlaku adalah 5%, maka PPh Pasal 21 yang dipotong adalah Rp 7.500 (Rp 150.000 x 5%). Jumlah ini akan dipotong langsung dari upah harian yang diterima karyawan.

Tarif PPh Pasal 21 yang Berlaku

Tarif PPh Pasal 21 bersifat progresif, artinya semakin tinggi penghasilan, maka semakin tinggi pula tarif pajaknya. Tarif ini dapat berubah sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Berikut tabel tarif PPh Pasal 21 (Sebagai contoh, tarif ini dapat berubah sewaktu-waktu, selalu cek peraturan terbaru dari Direktorat Jenderal Pajak):

Penghasilan Bruto (per bulan)Tarif PPh Pasal 21 (%)
Rp 0 – Rp 5.000.0005%
Rp 5.000.001 – Rp 25.000.00015%
> Rp 25.000.00025%

Catatan: Tabel di atas merupakan contoh dan mungkin berbeda dengan tarif yang berlaku saat ini. Untuk informasi tarif PPh Pasal 21 yang paling update, silakan merujuk pada peraturan perpajakan terbaru dari Direktorat Jenderal Pajak.

Perhitungan PPh Pasal 21 dari Upah Harian

Menghitung Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 dari upah harian membutuhkan pemahaman yang baik tentang penghasilan kena pajak (PKP) dan tarif pajak yang berlaku. Proses ini mungkin tampak rumit, namun dengan langkah-langkah yang sistematis, perhitungan dapat dilakukan dengan mudah dan akurat. Berikut penjelasan rinci mengenai prosedur perhitungannya.

Langkah-langkah Perhitungan PPh Pasal 21 dari Upah Harian

Perhitungan PPh Pasal 21 dari upah harian umumnya dilakukan secara bulanan, meskipun upah dibayarkan harian. Berikut langkah-langkahnya:

  1. Hitung total upah sebulan: Kalikan upah harian dengan jumlah hari kerja dalam sebulan.
  2. Tentukan Penghasilan Kena Pajak (PKP): Kurangi total upah sebulan dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dan berbagai potongan lainnya seperti iuran BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
  3. Tentukan tarif PPh Pasal 21: Gunakan tarif PPh Pasal 21 yang berlaku sesuai dengan PKP. Tarif ini bersifat progresif, artinya semakin tinggi PKP, semakin tinggi pula tarif pajaknya.
  4. Hitung PPh Pasal 21 terutang: Kalikan PKP dengan tarif PPh Pasal 21 yang telah ditentukan.
  5. Potong PPh Pasal 21 dari upah: Potongan PPh Pasal 21 dipotong dari upah bulanan sebelum dibayarkan kepada karyawan.

Contoh Kasus Perhitungan PPh Pasal 21 dari Upah Harian

Berikut beberapa contoh kasus dengan skenario berbeda:

SkenarioUpah HarianHari Kerja/BulanTotal Upah/BulanPTKPPotongan Lain (BPJS, dll)PKPTarif PPh 21PPh 21 Terutang
Upah di atas PTKPRp 150.00022Rp 3.300.000Rp 5.400.000Rp 200.000Rp 0 (karena total upah < PTKP)0%Rp 0
Upah di atas PTKPRp 200.00022Rp 4.400.000Rp 5.000.000Rp 300.000Rp 1.100.0005%Rp 55.000
Upah di atas PTKP, dengan potongan besarRp 300.00022Rp 6.600.000Rp 5.000.000Rp 500.000Rp 1.100.0005%Rp 55.000

Catatan: Angka-angka dalam tabel di atas merupakan contoh ilustrasi dan dapat berbeda berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku dan besarnya PTKP yang digunakan. Tarif PPh Pasal 21 juga dapat berubah.

Penghasilan Kena Pajak (PKP) dari Upah Harian

PKP merupakan penghasilan yang dikenakan pajak setelah dikurangi PTKP dan berbagai potongan yang diizinkan. Untuk upah harian, PKP dihitung berdasarkan total upah sebulan setelah dikurangi PTKP dan potongan-potongan lainnya seperti iuran BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Jika total penghasilan sebulan kurang dari PTKP, maka PKP adalah nol, sehingga tidak ada PPh Pasal 21 yang terutang.

Perhitungan PPh Pasal 21 untuk Upah Harian dengan Potongan Lain

Perhitungan PPh Pasal 21 untuk upah harian dengan memperhitungkan potongan-potongan lainnya seperti iuran BPJS dilakukan dengan mengurangi total potongan dari total upah bulanan sebelum menghitung PKP. Contohnya, jika total upah bulanan Rp 5.000.000, PTKP Rp 5.000.000, dan total potongan BPJS Rp 300.000, maka PKP adalah Rp 0 karena total penghasilan setelah dikurangi PTKP dan potongan BPJS masih kurang dari PTKP. Dengan demikian, PPh Pasal 21 yang terutang adalah Rp 0.

Ilustrasi Perhitungan

Berikut ini beberapa ilustrasi perhitungan upah harian dan PPh Pasal 21 untuk membantu memahami penerapannya. Ilustrasi ini menggunakan asumsi dan data tertentu, dan perlu disesuaikan dengan kondisi dan peraturan perpajakan yang berlaku.

Perhitungan Upah Harian dan PPh Pasal 21 untuk Pekerja dengan Upah Harian Tertentu

Misalnya, seorang pekerja bernama Budi menerima upah harian sebesar Rp 150.000. Ia berstatus kawin dan memiliki satu orang anak, sehingga memiliki Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebesar Rp 54.000.000 per tahun (sesuai aturan yang berlaku, nilai ini dapat berubah). Dalam sebulan (diasumsikan 25 hari kerja), penghasilan bruto Budi adalah Rp 3.750.000 (Rp 150.000 x 25 hari). Penghasilan kena pajak (PKP) dihitung dengan mengurangi penghasilan bruto dengan PTKP bulanan (Rp 54.000.000 / 12 bulan = Rp 4.500.000). Jadi, PKP Budi adalah Rp 3.750.000 – Rp 4.500.000 = 0 (karena PKP negatif, maka tidak dikenakan pajak).

Perhitungan PPh Pasal 21 dengan Penghasilan Tambahan

Sekarang, kita asumsikan Budi juga menerima penghasilan tambahan berupa bonus sebesar Rp 1.000.000. Penghasilan bruto bulanannya menjadi Rp 4.750.000 (Rp 3.750.000 + Rp 1.000.000). PKP-nya menjadi Rp 4.750.000 – Rp 4.500.000 = Rp 250.000. Dengan asumsi tarif pajak 5%, PPh Pasal 21 yang terutang adalah Rp 12.500 (Rp 250.000 x 5%).

Penjelasan PTKP

PTKP merupakan batas penghasilan yang tidak dikenakan pajak. Besarnya PTKP bergantung pada status perkawinan dan jumlah tanggungan. Setiap perubahan status perkawinan dan jumlah tanggungan akan mempengaruhi besarnya PTKP dan berdampak pada perhitungan PPh Pasal 21.

Perhitungan dengan Pembulatan Angka Pajak

Dalam praktiknya, seringkali terjadi pembulatan angka pajak. Misalnya, jika hasil perhitungan PPh Pasal 21 adalah Rp 12.550, maka angka tersebut dapat dibulatkan menjadi Rp 12.600. Aturan pembulatan ini perlu diperhatikan agar perhitungan pajak lebih praktis.

Perhitungan dengan Perubahan Tarif Pajak

Pemerintah dapat mengubah tarif pajak setiap tahunnya. Misalnya, jika tarif pajak 5% berubah menjadi 7%, maka perhitungan PPh Pasal 21 Budi akan menjadi Rp 17.500 (Rp 250.000 x 7%). Oleh karena itu, penting untuk selalu mengikuti peraturan perpajakan terbaru untuk memastikan perhitungan yang akurat.

Perhitungan Upah Harian dan PPh Pasal 21

Menghitung upah harian karyawan dan memotong PPh Pasal 21-nya mungkin tampak rumit, namun dengan pemahaman yang tepat, proses ini bisa disederhanakan. Artikel ini akan memandu Anda melalui langkah-langkah perhitungan yang akurat dan efisien, membantu Anda memastikan kepatuhan terhadap peraturan perpajakan.

Menentukan Upah Kotor Harian

Langkah pertama adalah menentukan upah kotor harian karyawan. Upah kotor adalah total pendapatan sebelum dipotong pajak dan iuran lainnya. Jika karyawan memiliki gaji bulanan tetap, bagi gaji tersebut dengan jumlah hari kerja efektif dalam satu bulan untuk mendapatkan upah kotor harian. Perlu diperhatikan bahwa jumlah hari kerja efektif bisa bervariasi tergantung kebijakan perusahaan dan kalender kerja. Misalnya, jika gaji bulanan Rp 5.000.000 dan jumlah hari kerja efektif dalam satu bulan adalah 22 hari, maka upah kotor hariannya adalah Rp 5.000.000 / 22 hari = Rp 227.273 (dibulatkan).

Menghitung Penghasilan Bruto Tahunan

Setelah mendapatkan upah kotor harian, langkah selanjutnya adalah menghitung penghasilan bruto tahunan. Kalikan upah kotor harian dengan jumlah hari kerja dalam setahun. Misalnya, jika upah kotor harian adalah Rp 227.273 dan jumlah hari kerja dalam setahun adalah 250 hari, maka penghasilan bruto tahunan adalah Rp 227.273 x 250 hari = Rp 56.818.250.

Menentukan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) adalah bagian dari penghasilan yang tidak dikenakan pajak. Besarnya PTKP bergantung pada status perkawinan dan jumlah tanggungan karyawan. Data PTKP dapat Anda temukan pada peraturan perpajakan yang berlaku. Sebagai contoh, untuk karyawan berstatus kawin dan memiliki dua tanggungan, PTKP tahun 2023 adalah Rp 54.000.000. Nilai ini akan dikurangi dari penghasilan bruto tahunan untuk menentukan penghasilan kena pajak.

Menghitung Penghasilan Kena Pajak (PKP), Cara menghitung upah harian pph pasal 21

Penghasilan Kena Pajak (PKP) dihitung dengan mengurangi PTKP dari penghasilan bruto tahunan. Menggunakan contoh sebelumnya, jika penghasilan bruto tahunan adalah Rp 56.818.250 dan PTKP adalah Rp 54.000.000, maka PKP adalah Rp 56.818.250 – Rp 54.000.000 = Rp 2.818.250.

Menghitung PPh Pasal 21

PPh Pasal 21 dihitung berdasarkan tarif progresif yang berlaku. Tarif ini berbeda-beda tergantung besarnya PKP. Untuk menghitung PPh Pasal 21, Anda dapat menggunakan tabel tarif PPh Pasal 21 yang berlaku atau menggunakan aplikasi perhitungan pajak. Sebagai gambaran umum, dengan PKP sebesar Rp 2.818.250, besaran PPh Pasal 21 yang terutang akan berada di salah satu tarif yang berlaku, dan dihitung berdasarkan tarif tersebut. Hasil perhitungan PPh Pasal 21 ini kemudian dibagi dengan jumlah hari kerja dalam setahun untuk mendapatkan potongan PPh Pasal 21 harian.

Ilustrasi Perhitungan PPh Pasal 21 Harian

UraianJumlah (Rp)
Gaji Bulanan5.000.000
Hari Kerja Efektif/Bulan22 Hari
Upah Kotor Harian227.273
Hari Kerja/Tahun250 Hari
Penghasilan Bruto Tahunan56.818.250
PTKP (Contoh: Kawin, 2 Tanggungan)54.000.000
Penghasilan Kena Pajak (PKP)2.818.250
PPh Pasal 21 (Berdasarkan Tarif Berlaku)Contoh: 200.000 (ini hanya contoh, nilai sebenarnya bergantung tarif yang berlaku)
PPh Pasal 21 Harian800 (200.000/250 hari)

Catatan: Angka-angka di atas merupakan contoh ilustrasi. Besaran PPh Pasal 21 yang sebenarnya akan berbeda tergantung tarif pajak yang berlaku dan data karyawan.

Terakhir

Dengan memahami langkah-langkah perhitungan upah harian dan PPh Pasal 21, baik pekerja maupun pemberi kerja dapat memastikan kewajiban perpajakan dipenuhi dengan benar. Ketepatan perhitungan ini penting untuk menghindari denda dan sanksi administrasi. Semoga penjelasan di atas memberikan pemahaman yang komprehensif dan membantu dalam penerapannya sehari-hari. Ingatlah untuk selalu mengacu pada peraturan perpajakan terbaru untuk memastikan keakuratan perhitungan.